Sebagai
seorang calon pendidik, istilah BK atau Bimbingan Konseling sepertinya sudah
tidak asing lagi. Mungkin masih banyak orang tua siswa yang berpikiran bahwa
berhubungan dengan BK berarti berhubungan dengan masalah, sehingga para orang
tua meminta anaknya untuk tidak berhubungan dengan BK yang artinya tidak
membuat masalah di sekolah. Sebenarnya hal tersebut tidak salah, lebih tepatnya
pemikiran tentang BK tersebut masih terlalu sempit.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun
1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan
yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
Sedangkan konseling menurut Prayitno
dan Erman Amti (2004: 105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara
pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Di Indonesia, seringkali yang menjadi
sorotan publik adalah masalah kognitif siswa, kurikulum sekolah, kesejahteraan
guru, bangunan sekolah. Sementara di Negara-negara dengan pendidikan yang maju
seperti Amerika Serikat, Singapura, bahkan Malaysia guru BK memiliki peranan
penting. Sedangkan di Indonesia peran pentingnya guru BK di sekolah masih tidak
merata. (1) Ada sekolah yang sudah paham bahwa pentingnya peranan BK untuk
membangun karakter siswa, sehingga peranan guru BK menjadi elemen penting di
sekolah dan diikutsertakan dalam banyak kegiatan sekolah, (2) adapula sekolah
yang sudah sadar akan pentingnya peranan BK untuk membangun karakter siswa,
namun tidak ditunjang dalam segi materi, tenaga kerja, dan pemerintah, (3) serta
sekolah yang masih menerapkan citra bahwa BK hanya untuk menangani siswa yang
bermasalah, dan (4) sekolah yang belum memiliki manajemen BK, karena berbagai
faktor misalnya tidak ada tenaga kerja, finansial, ataupun anggapan bahwa BK
tidak terlalu diperlukan.
Landasan-landasan
dalam bimbingan dan konseling
Landasan-landasan dalam bimbingan dan
konseling diantaranya landasan psikologis, landasan sosiologis, landasan
pedagogis, landasan agama, dan landasan perkembangan IPTEK.
- Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling merupakan landasan pemahaman konselor tentang perilaku individu yang menjadi kliennya. Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian yang perlu dipahami seorang konselor diantaranya tentang (1) motif dan motivasi; (2) konflik dan frustasi; (3) sikap; pembawaan dan lingkungan, (3) perkembangan individu; (4 belajar; dan (5) kepribadian.
- Landasan sosiologis (sosial budaya) dalam bimbingan konseling merupakan landasan yang dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor sosial budaya yang terjadi di masyarakat. Kebutuhan akan bimbingan dan konseling karena adanya masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam John J. Pietrofesa dkk., 1980; M. Surya & Rochman N., 1986; dan Rochman N., 1987, faktor-faktor itu di antaranya sebagai berikut (1) perubahan konstelasi keluarga; (2) perkembangan pendidikan; (3) dunia kerja; (4) perkembangan kota metropolitan; (5) perkembangan komunikasi; (6) seksisme dan rasisme; (7) kesehatan mental; (8) perkembangan teknologi; (9) kondisi moral dan keagamaan; dan (10) kondisi ekonomi.
- Landasan pedagogis dalam bimbingan konseling. Sunaryo Kartadinata (2011: 23) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah upaya pedagogis untuk memfasilitasi perkembangan individu dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, sehingga bimbingan dan konseling adalah sebuah upaya normatif. Tohirin (2007: 103) mengatakan bahwa landasan bimbingan dan konseling setidaknya berkaitan dengan: (1) Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (2) Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (3) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.
- Landasan agama dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya bimbingan dan konseling (dalam Prayitno dan Erman Amti, 2003). Oleh karena itu, konselor dituntut memiliki pemahaman tentang hakikat manusia menurut agama dan peran agama dalam kehidupan umat manusia.
- Landasan perkembangan IPTEK dalam bimbingan konseling membicarakan sifat keilmuan bimbingan dan konseling, bimbingan dan konseling dipandang sebagai ilmu yang multidimensional yang menerima sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi.
Sejarah
Perkembangan Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling jika dilihat
dari perkembangannya, mula-mulanya hanya dikenal sebatas pada bimbingan
pekerjaan (Vocational Guidance), sebagaimana peran dari Biro yang didirikan
Frank Parson di Boston. Namun sebenarnya tidak hanya itu, di sisi lain
perkembangan Bimbingan Konseling pun merambah kebidang pendidikan (Education
Guidance) yang dirintis oleh Jasse B. Davis. dan sekarang dikenal pula adanya
bimbingan dalam segi kepribadian (Personal Guidance).
Banyak faktor yang mendorong pesatnya
perkembangan disiplin ilmu bimbingan dan konseling, hingga mampu menerobos
institusi-institusi pendidikan khususnya sekolah, diantaranya sebagai berikut:
(1) Perhatian pemerintah terhadap penduduk imigran yang datang ke Amerika
Serikat dari kawasan Eropa untuk mendapat pekerjaan yang layak dan sesuai
dengan potensi yang ada; (2) Pandangan Kristen yang beranggapan bahwa dunia
adalah tempat pertempuran antara kekuatan baik dan buruk; (3) Pengaruh dari
disiplin ilmu kesehatan mental yang dianggap gangguan mental dapat dicegah
sejak dini; (4) Dampak dari gerakan testing psikologis yang semakin
mengembangkan sayapnya dalam membuat instrumen-instrumen berupa tes-tes
kepribadian untuk menyeleksi karyawan di berbagai perusahaan; (5) Subsidi dari
pemerintah terhadap federal yang memungkinkan lembaga-lembaga pendidikan untuk
mengangkat beberapa konselor untuk menangani bimbingan karier, pendidikan
karier, penanggulangan kenakalan remaja, antisipasi terhadap penggunaan obat
bius, dll.
Perkembangan
Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Diawali dengan berdirinya organisasi
pemuda Budi Utomo pada tahun 1908, himgga pada periode selanjutnya berdirilah
perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara
yang menanamkan nilai-nilai Nasionalisme di kalangan para siswanya. Prinsip
didaktik yang dipegang oleh Perguruan Nasional Taman Siswa ini antara lain:
kemerdekaan belajar, bekerja dan menggunakan pendekatan konvergensi. Dalam
perkembangannya, bimbingan dan konseling di Indonesia memiliki alur yang sama
seperti halnya perkembangannya di Amerika, yaitu bermula dari bimbingan
pekerjaan (Vocational Guidance) lalu merambah kepada bimbingan pendidikan
(Education Guidance).
Di Indonesia, Pelayanan Konseling dalam
system pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum
1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994
berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang.
Referensi (makalah kelompok 1)
Kartadinata, Sunaryo. (2011). Menguak
Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis. Bandung: UPI Press
Sukardi, Dewa Ketut Drs. MBA. MM. dan
Desak P.E. Nila Kusmwati, S.Si, M.Si. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A.
Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda
Tohirin, Drs. M. Pd. (2007). Bimbingan
dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/11/kedudukan-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah-90963.html
(diakses tanggal 23 Februari 2015)